Di Indonesia sendiri penemuan manusia purba pertama sekali didapati di wilayah Jawa, khususnya di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Manusia purba di Indonesia telah ada sejak zaman quartair atau dapat dikatakan telah hidup sejak 600 ribu tahun yang lalu. Zaman quartair terbagi menjadi 2 bagian, yang pertama disebut zaman Dilluvium (pleistocen), sedang zaman kedua disebut zaman alluvium (Holocen). Di Indonesia zaman Dilluvium menurut Dr. Von Koenigswald terbagi menjadi 3 lapisan, yaitu lapisan bawah, lapisan tengah, dan lapisan atas. Yang mana masing-masing lapisan tersebut memiliki fosil manusia purba tersendiri.
1. Dilluvium Bawah
Lapisan ini merupakan lapisan tertua, terdapat 3 jenis fosil manusia purba di dalamnya, yaitu:
Lapisan ini merupakan lapisan tertua, terdapat 3 jenis fosil manusia purba di dalamnya, yaitu:
- Meganthropus Palaeojavanicus, adalah fosil tertua atau banyak yang menyebutnya sebagai manusia purba pertama, fosil ini ditemukan di daerah Sangiran.
- Pithecanthropus Dubius, adalah fosil yang belum jelas apakah fosil manusia atau kera, oleh sebab itu fosil ini diberi nama Pithecanthropus Dubius yang berarti manusia kera yang meragukan. Fosil ini didapati di daerah Sangiran juga.
- Pithecanthropus Robustus atau Plthecanthropus Mojokertensis adalah fosil yang juga di temukan di daerah Sangiran. Seorang sarjana Weidenreich memberi nama fosil tersebut Pithecanthropus Robustus, sedangkan seorang penemu bernama Von Koenigswald menamai fosil tersebut Plthecanthropus Mojokertensis sebab ia mengatakan bahwa ia pertama kali menemukan fosil tersebut di dataran Mojokerto.
2. Dilluvium Tengah
Dr. Eugene Dubois merupakan tokoh yang menemukan fosil jenis ini, ia mengatakan bahwa pada masa ini manusia purba telah mampu berdiri dengan tegak, oleh karena itu ia menamainya Pithecanthropus Erectus yang berarti manusia kera yang berjalan dengan tegak.
Dr. Eugene Dubois merupakan tokoh yang menemukan fosil jenis ini, ia mengatakan bahwa pada masa ini manusia purba telah mampu berdiri dengan tegak, oleh karena itu ia menamainya Pithecanthropus Erectus yang berarti manusia kera yang berjalan dengan tegak.
3. Dilluvium Atas
Di lapisan ini ditemukan fosil manusia purba termuda yang ditemukan di Ngandong, kemudian diberi nama Homo Soloensis. Sedangkan fosil manusia purba yang ditemukan di Wajak (Tulungagung) dalam jenis yang sama diberi nama Homo Wajakensis.
Di lapisan ini ditemukan fosil manusia purba termuda yang ditemukan di Ngandong, kemudian diberi nama Homo Soloensis. Sedangkan fosil manusia purba yang ditemukan di Wajak (Tulungagung) dalam jenis yang sama diberi nama Homo Wajakensis.
Kebudayaan Manusia Purba Indonesia
Meski kehidupan pada zaman purba dikenal sangat primitif namun mereka sudah mengenal yang namanya kebudayaan, baik itu berupa kebudayaan batu tua atau yang disebut Palaeolitchicum. Kebudayaan tersebut banyak ditemukan di wilayah Pacitan dan Ngandong.
- Kebudayaan daerah Pacitan, peralatan hasil kebudayaan Pacitan tergolong sangat sederhana, bahan yang digunakan pun hanya batu dengan pembuatan yang sederhana seperti kapak genggam.
- Kebudayaan Ngandong, di Ngandong ternyata telah melakukan sedikit perkembangan dengan tidak hanya menggunakan kapak genggam dari batu, namun juga mulai menggunakan tulang. Penggunaan tulang berfungsi untuk penusuk dan pengorek tanah untuk mengambil ubi dan keladi. Homo Soloensis dan Homo Wajakensis diperkiran sebagai pemilik kebudayaan ini pada masa Dilluvium Atas.
Pola Hidup Manusia Purba Indonesia
Pola hidup manusia purba dapat kita ketahui dengan menilai peralatan yang digunakan pada masa itu. Berdasarkan penelitian atas fosil-fosil tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
- Manusia purba belum mengenal yang namanya bercocok tanam atau dunia agraris. Mereka memperoleh makanan langsung dari alam, baik dengan jalan berburu, mengambil buah-buahan yang ada, dan sebagainya.
- Manusia purba masih tinggal secara nomaden atau tinggal dengan berpindah-pindah baik secara berkelompok ataupun sendiri-sendiri.
Masa Homo Sapiens
Homo sapiens berarti manusia yang cerdik. Jenis ini termasuk pada masa alluvium atau yang disebut Holden. Homo sapiens telah ada sejak ± 20 ribu tahun yang lalu, homo sapiens diduga sebagai nenek moyang manusia yang sekarang ini. Berbeda dengan manusia purba, ternyata homo sapiens di Indonesia lebih maju dari mereka dari sisi kebudayaan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan cara tinggal mereka yang mulai menetap serta mulai bercocok tanam. Masa ini disebut dengan masa mesolothicum atau masa batu tengah (mesos= tengah, lithos= batu)
Manusia homo sapiens yang tinggal di daerah pantai mendiami rumah panggung dan mereka umumnya sangat suka makan keran.. Sedangkan yang tinggal di daerah pedalaman hidup di dalam gua. Hal itu dapat kita ketahui dari adanya kyokkenmoddinger yang ada di Sumatera Timur serta beberapa lukisan dan ukiran yang ada dalam gua-gua daerah Sulawesi Selatan.
Kyokkenmoddinger adalah tumpukan atau gunungan kulit kerang. Tampaknya orang-orang yang tinggal di rumah panggung sangat menyukai kerang, setelah memakan isinya, mereka membuang kulitnya ke bawah rumah mereka hingga menjadi seperti gunungan kulit kerang. Manusia purba dan Homo sapiens memiliki beberapa perbedaan, berikut perbedaannya.
- Volume ruang otak manusia purba lebih kecil dibanding homo sapiens, sehingga dapat disimpulkan bahwa otak mereka lebih kecil.
- Manusia purba memiliki tulang rahang bawah yang lurus ke belakang atau dapat dikatakan mereka tidak berdagu.
- Manusia purba memiliki tulang kering yang lebih menonjol ke depan.
- Manusia purba memiliki tulang rahang yang besar dan lebih kuat serta gigi-gigi mereka yang kuat.
Nenek Moyang Bangsa Indonesia
Kem dan Heine Geldem merupakan sejarawan yang berpendapat bahwasanya nenek moyang Indonesia berasal dari dataran Asia. Pada awalnya nenek moyang kita berada di daerah Yunan, China Selatan. Kemudian berpindah lagi ke daerah selatan (daerah Vietnam). Proses perpindahan tersebut diduga terjadi pada tahun 1500 SM sampai dengan 500 SM, perpindahan tersebut terus menuju pada pulau-pulau daratan Asia bagian selatan. Mereka yang mendiami Asia bagian selatan umumnya disebut Austronesia (Austro= selatan, nesos= pulau). Bangsa Austronesia yang mendiami Indonesia disebut bangsa Melayu, mereka dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Bangsa Proto Melayu
Sekitar tahun 1500 SM, bangsa proto Melayu memasuki Indonesia melalui 2 jalur, yakni jalur barat (malaya hingga Sumatera), dan melalui jalur Timur (Philippine hingga Sulawesi utara). Bangsa ini memiliki kebudayaan yang lebih maju dari pada homo sapiens sebab kebudayaan mereka yang dikenal dengan kebudayaan batu baru atau neolitikum. Meskipun tetap menggunakan batu namun pengerjaannya sangat baik dan rapi seperti kapak persegi dan kapak lonjong.
Sekitar tahun 1500 SM, bangsa proto Melayu memasuki Indonesia melalui 2 jalur, yakni jalur barat (malaya hingga Sumatera), dan melalui jalur Timur (Philippine hingga Sulawesi utara). Bangsa ini memiliki kebudayaan yang lebih maju dari pada homo sapiens sebab kebudayaan mereka yang dikenal dengan kebudayaan batu baru atau neolitikum. Meskipun tetap menggunakan batu namun pengerjaannya sangat baik dan rapi seperti kapak persegi dan kapak lonjong.
2. Bangsa Deutero Melayu
Sejak tahun 500 SM, bangsa Deutero Melayu mulai memasuki Indonesia melalui satu jalur saja, yakni melalui jalur barat atau melalui jalur Melayu Sumatera. Bangsa ini mempunyai kebudayaan yang lebih maju dibanding proto Melayu, hal itu di dasari pada peralatan mereka yang sudah terbuat dari zaman logam di indonesia, perunggu, kemudian besi seperti kapak corong atau kapak sepatu dan nekara. Suku Jawa, Bugis, Melayu, dll. Merupakan keturanan dari pada deutero Melayu.
Sejak tahun 500 SM, bangsa Deutero Melayu mulai memasuki Indonesia melalui satu jalur saja, yakni melalui jalur barat atau melalui jalur Melayu Sumatera. Bangsa ini mempunyai kebudayaan yang lebih maju dibanding proto Melayu, hal itu di dasari pada peralatan mereka yang sudah terbuat dari zaman logam di indonesia, perunggu, kemudian besi seperti kapak corong atau kapak sepatu dan nekara. Suku Jawa, Bugis, Melayu, dll. Merupakan keturanan dari pada deutero Melayu.
Pola Sosial Manusia Purba Indonesia
Keadaan sosial nenek moyang bangsa Indonesia tidak dapat diketahui secara jelas. Namun kita dapat mengambil kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan penyelidikan suku bangsa terasing yang belum terkena pengaruh dari kebudayaan lain.
- Bangsa Proto dan Deutero Melayu sudah tidak lagi nomaden atau dapat dikatakan telah tinggal menetap. Mereka mulai melakukan cocok tanam serta peternakan.
- Bangsa Proto dan Deutero Melayu yang tinggal di daerah pesisir hidup dengan pelayaran serta perikanan.
Pola Kebudayaan
Nenek moyang bangsa Indonesia menjalankan kebudayaan yang tinggi, hal tersebut dapat kita lihat dari budaya sebagai berikut.
- Manusia purba Indonesia sudah melakukan teknik pembuatan barang pecah belah yang terbuat dari logam dan besi.
- Mereka telah mengenal teknik penenunan kain, hal itu dapat dilihat dari banyaknya barang pecah belah yang dilapisi kain.
- Mereka yang hidup di daerah pesisir telah bisa membuat perahu dalam membantu kegiatan sehari-hari.
- Mereka sudah mampu membuat peralatan kesenian seperti hiasan yang terbuat dari batu, perunggu, ataupun manik-manik. Nekara yang mereka buat pun terdapat ukiran serta lukisan gajah, perahu, merak, dan sebagainya.